SEBUAH JANJI DI BAWAH LANGIT SENJA
SEBUAH JANJI DI BAWAH LANGIT SENJA
Di sebuah desa kecil yang dikelilingi perbukitan hijau, hiduplah dua sahabat karib yang sedang bersekolah di SMK Nusa Widya Mandiri, Bunga dan pina. Mereka tumbuh bersama di desa yang damai, di mana suara gemericik sungai dan hembusan angin sawah menjadi teman keseharian mereka. Mereka begitu erat, hingga desa kecil itu tak pernah menyaksikan Persahabatan keduanya
Setiap sepulang dari sekolah SMK Nusa Widya Mandiri, Bunga dan Pina selalu bertemu di sebuah bukit kecil yang mereka sebut Bukit Senja. Dari sana, pemandangan matahari terbenam terlihat begitu indah. Langit berubah warna menjadi jingga keemasan, memberikan suasana yang hangat dan tenang. Bukit itu menjadi tempat mereka berbagi cerita dan mimpi
“Aku ingin menjadi pelukis terkenal, Pina,” kata Bunga sambil menatap ke bawah. Ia memegang sebuah pensil dan buku sketsa yang selalu ia bawa ke mana-mana
Pina tersenyum, matanya menatap Bunga dengan penuh semangat. “Kalau aku, aku ingin jadi penyanyi. Nanti lagu-lagu yang aku nyanyikan bakal menginspirasi banyak
Bunga mengangguk. “Kalau begitu, kita berjanji. Suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi di sini, di bawah langit senja ini, setelah itu
Baca Juga
Mereka mempunyai kelingking, sebuah janji sederhana yang penuh makna. Langit menjadi senja Saksi bisu dari harapan dua anak desa yang ingin mengejar mimpi mereka
Namun, waktu berlalu. Setelah lulus dari SMK Nusa Widya Mandiri, Bunga harus meninggalkan desa untuk melanjutkan pendidikannya di kota besar. Ia mendapat beasiswa di sebuah akademi seni ternama, dan kesempatan itu terlalu berharga untuk dilewatkan. Pina, di sisi lain, memilih tetap tinggal di desa sambil membantu keluarganya dan berusaha mewujudkan mimpinya menjadi seorang penyanyi
“Aku pasti kembali, Pina,” kata Bunga sebelum berangkat.
“Aku akan menunggu di Bukit Senja,” jawab Pina sambil tersenyum.
Mereka berpisah, membawa mimpi masing-masing, namun sebuah janji di bawah langit senja terus hidup di hati mereka.
Tahun-Tahun Yang Lalu
Kehidupan di kota besar tidak mudah bagi Bunga. Meski ia memiliki bakat luar biasa, persaingan di dunia seni begitu ketat. Banyak malam yang ia habiskan sendirian di kamarnya, rindu desa dan Bukit Senja yang damai. Namun, setiap kali ia merasa lelah, ia membuka buku sketsa yang selalu ia bawa. Salah satu halaman di buku itu menggambarkan senja di Bukit Senja, lengkap dengan sosok Pina yang sedang tersenyum.
“Aku harus berhasil,” gumam Bunga pada dirinya sendiri
Sementara itu, Pina di desa juga tidak menyerah. Ia mulai bernyanyi di acara-acara kecil di sekitar desa. Suaranya yang merdu mulai dikenal banyak orang, dan ia sering diundang untuk tampil di kota-kota kecil di sekitar desanya. Meski begitu, setiap kali ia bernyanyi, pikiran selalu kembali ke Bukit Senja dan janji yang ia buat bersama Bunga
Komunikasi antara mereka semakin jarang. Surat-surat yang awalnya rutin mereka kirimkan perlahan lalu berhenti. Namun keduanya tetap percaya bahwa suatu hari nanti, janji itu akan membawa mereka kembali bersama.
Pertemuan di Bukit Senja
Lima belas tahun berlalu. Bunga kini menjadi seorang pelukis terkenal. Lukisannya dipamerkan di berbagai galeri seni di kota besar, bahkan hingga ke luar negeri. Namun, di tengah kesuksesannya, ia merasa ada sesuatu yang hilang. Ada kerinduan yang tak bisa ia abaikan, kerinduan akan desa kecilnya, akan Bukit Senja, dan, tentu saja, rindu terhadap sahabat nya.
Suatu hari, setelah bertahun-tahun terpisah dari desanya, Bunga memutuskan untuk pulang. Dengan membawa beberapa perlengkapan lukisnya, ia berjalan menuju Bukit Senja, tempat di mana semua kenangan masa kecilnya
Saat ia tiba di sana, matahari sudah mulai tenggelam. Langit jingga emas menggagalkan bukit itu, sama seperti yang dia ingat. Namun, kali ini, ada seseorang yang sudah duduk di atas rumput, memandang senja. Sosok itu adalah Pina.
Bunga membayangkan. Pina tampak sedikit berbeda dari yang ia ingat, lebih dewasa, lebih tenang. Namun, senyum lembut yang masih sama
“Pina?” panggil Bunga dengan suara lembut
Pina menoleh, matanya membelalak kaget. “Bunga? ini kamu?”
Bunga berjalan mendekat. Ia tersenyum lebar. “Aku kembali, seperti yang aku janji kan kepada mu
Pina berdiri, air mata menetes di pipinya. “Aku tahu kamu pasti akan kembali. Aku selalu menunggu sebuah janji di bawah langit senja
Mereka duduk bersama di atas rumput, terkubur hingga matahari benar-benar tenggelam. Bunga bercerita tentang perjalanannya menjadi pelukis, sementara Pina menceritakan perjuangannya menjadi penyanyi. Meski mereka telah menjalani kehidupan yang berbeda, rasanya tidak ada yang berubah
“Bukit Senja ini tetap sama,” kata Bunga sambil memandang langit yang perlahan mulai gelap
“Iya,” jawab Pina. “Dan janji kita tetap bersama
Bunga mengeluarkan buku sketsa yang sudah subur dari tasnya. Ia membuka halaman yang menampilkan gambar senja di Bukit Senja. Gambar itu ia buat bertahun-tahun yang lalu, dan di pojoknya ada nama Pina
“Aku selalu membawa ini ke mana pun aku pergi,” kata Bunga sambil menunjukkan sketsa itu.
Pina tersenyum, hatinya hangat. “Aku juga selalu menyimpan lagu yang aku buat tentang Bukit Senja ini. Lagu itu yang membuat terus bertahan.”
Malam itu, mereka menyadari bahwa sebuah janji di bawah langit senja yang mereka buat di bawah langit senja bertahun-tahun yang lalu telah mengikat yang tak pernah putus.
“Selama langit senja masih ada, janji kita akan tetap hidup, Bunga,” kata Pina
Bunga mengangguk, menatap sahabatnya dengan penuh kehangatan. “Dan aku tidak akan pergi lagi, Pina. Kali ini, aku ingin menetap tinggal disini lagi bersama mu
Langit senja menjadi saksi bisu persahabatan yang tak pernah pudar, bahkan oleh waktu dan jarak. Di Bukit Senja itu, dua sahabat yang terpisah oleh takdir akhirnya menemukan jalan kembali, seperti yang pernah mereka janjikan
Belum ada Komentar untuk "SEBUAH JANJI DI BAWAH LANGIT SENJA "
Posting Komentar