PETAKA GUNUNG GEDE


SMK NWM
khatulistiwa.info
Dina dan Arin adalah sahabat karib yang sama-sama duduk di kelas 12 SMK Nusa Widya Mandiri. Dina, seorang pendaki pemula yang penuh semangat, berhasil meyakinkan Arin untuk ikut mendaki Gunung Gede. Mereka bergabung dengan kelompok Aji, seorang pendaki senior, bersama dua teman lainnya, Reza dan Fikri.  

“Ayo rin. Ini pengalaman sekali seumur hidup! Kita bisa lihat matahari terbit dari puncak Gunung Gede,” bujuk Dina saat Arin terlihat ragu.  

“Tapi Aku lagi haid, din. Aku takut merepotkan kalian nanti,” jawab Arin dengan suara pelan.  

“Tenang aja, aku bakal bantu kamu. Kalau ada apa-apa, kita bisa berhenti,” ujar Dina penuh semangat.  

Baca Juga

Akhirnya, Arin setuju, meski ada rasa khawatir yang terus mengganjal di hatinya karena cerita "Petaka Gunung Gede". Hari pendakian pun tiba. Di basecamp, mereka mendapat pengarahan dari petugas ranger tentang aturan mendaki, termasuk larangan untuk meninggalkan jalur resmi.  

“Jangan lupa ya, patuhi aturan. Gunung ini bukan tempat main-main,” ujar ranger tegas.  

Namun, setelah perjalanan dimulai, Aji yang merasa lebih berpengalaman, mulai mengabaikan peraturan. Ketika mereka menemukan percabangan jalan, Aji dengan santainya mengajak kelompoknya melewati jalur terlarang.  

SMK NWM
radarcianjur.com
“Lewat sini lebih cepat. Kita bisa sampai puncak sebelum gelap,” kata Aji sambil menunjuk jalur sempit yang tampak tidak terawat.  

“Bukannya itu jalur ilegal?” tanya Reza dengan ragu.  

“Ilegal, ilegal. Yang penting kita sampai lebih cepat. Sudah, ikuti saja,” balas Aji sambil melangkah.  

Dina dan Arin sebenarnya ingin membantah, tetapi akhirnya mereka mengikuti karena tidak ingin terpisah dari kelompok. Namun, jalur itu ternyata lebih sulit dari yang mereka bayangkan. Jalannya curam, berbatu, dan licin karena sisa hujan semalam.  

Arin mulai merasa tubuhnya semakin lemah. Kram perutnya semakin parah, membuat setiap langkah terasa menyakitkan. Dina yang menyadari kondisi sahabatnya segera membantu. “Rin, kuat sedikit lagi, ya. Kalau kamu nggak kuat, kita istirahat dulu,” katanya sambil menopang tubuh Arin.  

Mereka terus berjalan hingga menemukan sebuah tanah lapang kecil. Di sana, Aji memutuskan untuk beristirahat. Namun, suasana terasa aneh. Hutan yang mereka lewati tiba-tiba sunyi, tanpa suara burung atau gemerisik daun. Angin dingin bertiup, membawa bau anyir yang menyengat.  

“Apa itu?” tanya Arin pelan, menunjuk ke arah semak-semak. Dia merasa seperti ada sosok yang mengintai mereka dari kejauhan.  

“Ah, kau cuma terlalu capek. Jangan bikin paranoid,” balas Aji dengan nada meremehkan.  

Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Arin semakin merasa tidak nyaman. Darah dari haidnya mulai mengalir deras, membuatnya semakin lemas. Dina khawatir, tetapi Aji tetap bersikeras melanjutkan perjalanan tanpa berhenti terlalu lama.  

Saat mereka hampir mendekati puncak, sesuatu yang buruk terjadi. Tanah tiba-tiba bergemuruh, diikuti oleh suara gemuruh dari arah atas. Longsor kecil mulai terjadi, dan kelompok itu panik.  

“Kita harus turun sekarang!” teriak Fikri.  

Namun, sebelum mereka sempat bergerak jauh, Arin tiba-tiba jatuh terduduk. Wajahnya pucat, dan tubuhnya terasa semakin dingin. Dina mencoba membantunya bangkit, tetapi Arin terlalu lemah.  

“Aku nggak kuat, din… maaf…” ujar Arin dengan suara lemah.  

“Aji! Kita harus berhenti. Arin nggak bisa lanjut!” teriak Dina dengan panik.  

Namun, Aji tampak kesal. “Kalau berhenti sekarang, kita semua bisa kena longsor. Bawa dia kalau perlu!” katanya tanpa empati.  

Dina menatap sahabatnya dengan cemas. Dia tahu bahwa kondisi Arin tidak bisa disepelekan. Namun, sebelum mereka sempat memutuskan, suara raungan besar terdengar dari dalam hutan.  

“Apa itu?!” teriak Reza sambil memutar tubuhnya ke segala arah.  

SMK NWM
idntimes.com
Dari balik pepohonan, bayangan hitam besar muncul, bergerak perlahan mendekati mereka. Mata merahnya bersinar tajam, membuat Arin semakin gemetar.  

“Itu… itu bukan manusia,” bisik Arin, hampir pingsan.  

Aji yang biasanya tenang pun mulai panik. “Lari! Cepat turun!” teriaknya.  

Mereka berlari sejauh yang mereka bisa, tetapi bayangan itu terus mengikuti dari belakang. Dina yang memapah Arin hampir terjatuh beberapa kali, tetapi dia tidak mau meninggalkan sahabatnya.  

Ketika mereka akhirnya mencapai jalur resmi, bayangan itu lenyap begitu saja. Mereka bertemu dengan ranger yang sudah menunggu di pos peristirahatan. Namun, Aji tidak bersama mereka. Saat tim penyelamat melakukan pencarian, tubuh Aji tidak pernah ditemukan.  

Setelah kejadian itu, Arin dirawat selama beberapa hari. Dia menceritakan semua yang dia alami kepada tetua desa. Tetua itu menjelaskan bahwa Gunung Gede memiliki energi khusus, dan wanita yang sedang haid dianggap lebih rentan karena tubuhnya dalam kondisi lemah.  

“Gunung ini tempat suci. Kalau kau tidak menghormatinya, kau akan menjadi bagian dari ‘petaka Gunung Gede,’” ujar sang tetua.  

Dina, Arin, dan teman-temannya kini lebih memahami pentingnya menghormati aturan dan batasan alam. Pengalaman itu menjadi pengingat bagi mereka, dan cerita tentang Petaka Gunung Gede sering mereka ceritakan kepada teman-teman di SMK Nusa Widya Mandiri, agar tidak ada lagi yang mengulangi kesalahan serupa.  

Gunung Gede tetap berdiri megah, tetapi di balik keindahannya, tersimpan pelajaran bahwa kesombongan manusia tidak akan pernah bisa melampaui kekuatan alam.

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "PETAKA GUNUNG GEDE"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel