pusaka waktu

pusaka waktu


Cerpen cerita Pusaka Waktu

oleh M.Adha Janwar

Di sebuah desa yang terletak jauh di pegunungan, ada sebuah rumah tua yang sudah berdiri lebih dari seratus tahun. Rumah itu milik seorang lelaki bernama Pak Giman, yang dikenal oleh siswa Smk Nusa Widya Mandiri sebagai seorang yang bijaksana, tetapi juga sangat misterius. Banyak cerita yang beredar tentang dirinya, terutama tentang pusaka yang katanya bisa membawa orang melihat masa lalu.

smknusawidyamandiri

Suatu hari, seorang pemuda bernama Rafi datang ke desa itu. Rafi adalah seorang penulis muda yang sedang mencari inspirasi untuk novel terbarunya. Dia mendengar banyak cerita tentang Pak Giman dan pusaka waktu yang dimilikinya. Ketertarikan Rafi semakin besar ketika ia tahu bahwa pusaka itu dipercaya bisa membawa siapa saja yang menggunakannya untuk menyaksikan peristiwa-peristiwa masa lalu. Rafi merasa, mungkin inilah inspirasi yang dia cari.

Saat matahari mulai terbenam, Rafi memutuskan untuk mengunjungi rumah Pak Giman. Rumah itu tampak tua, dengan pagar kayu yang sudah lapuk, dan halaman yang penuh dengan tanaman merambat. Ia mengetuk pintu dengan hati berdebar, tak sabar untuk mengetahui lebih banyak.

Pak Giman membuka pintu dengan senyuman hangat, meskipun matanya yang keriput tampak penuh tanda tanya. "Apa yang bisa saya bantu, Nak?" tanya Pak Giman.

Rafi menyodorkan tangan dan memperkenalkan diri. "Saya Rafi, Pak. Saya dengar banyak cerita tentang Anda dan... pusaka waktu yang Anda miliki. Saya ingin tahu lebih banyak."

Pak Giman memandangnya dengan serius, seolah mengukur niat Rafi. "Pusaka itu bukanlah benda yang bisa didapatkan dengan mudah, Nak. Ia hanya akan terbuka untuk orang yang benar-benar memahaminya."

Rafi merasa penasaran. "Saya hanya ingin melihatnya, Pak. Mungkin saya bisa menulis sesuatu tentang itu."

smknusawidyamandiri


Pak Giman mengangguk pelan dan mengajak Rafi masuk ke dalam rumah. Di dalam, terdapat berbagai benda kuno yang diletakkan rapi di setiap sudut. Setelah beberapa saat berjalan di dalam rumah yang penuh kenangan, Pak Giman akhirnya berhenti di depan sebuah meja kayu besar yang dikelilingi oleh buku-buku tua dan alat-alat kuno. Di atas meja itu, ada sebuah kotak kayu yang tampak sangat tua.

"Ini dia," kata Pak Giman, membuka kotak itu perlahan. Di dalamnya terletak sebuah jam pasir yang terbuat dari kristal yang jernih, dengan butiran pasir yang bergerak perlahan. "Pusaka waktu ini bukan hanya sekadar benda, Nak. Ia adalah jendela ke masa lalu. Namun, kamu harus siap dengan apa yang akan kamu lihat."

smknusawidyamandiri


Rafi memandangi jam pasir itu dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa yang harus saya lakukan untuk menggunakannya?"

Pak Giman memberi tahu dengan suara pelan, "Pejamkan matamu, fokuskan pikiranmu pada kenangan yang ingin kamu lihat kembali. Pastikan kamu benar-benar siap, karena apa yang akan kamu lihat tidak selalu seperti yang kamu bayangkan."

Rafi merasa ragu, tetapi rasa penasaran mengalahkan segalanya. Ia memejamkan mata dan memikirkan kenangan terindah dalam hidupnya—kenangan bersama ibunya yang telah meninggal beberapa tahun lalu. Ia ingat betul, bagaimana setiap pagi ibunya selalu membuatkan sarapan, dan mereka berdua akan duduk bersama di meja makan, bercakap-cakap tentang hal-hal kecil yang membuat hidup terasa hangat.

Ketika ia membuka mata, ia merasa seolah-olah ia berada di rumah lamanya, di ruang makan yang sudah lama tak ia masuki. Di depannya, ibunya yang lebih muda sedang duduk sambil tersenyum padanya, seperti biasa. Rafi merasa seolah-olah waktu terhenti sejenak.

"Ibu..." Rafi berbisik, tapi suaranya tak keluar.

Ibunya menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Ada apa, Nak? Kenapa wajahmu terlihat seperti melihat hantu?" Ibunya tertawa ringan, dan suara itu membuat hati Rafi seolah-olah terpotong. Ia ingin mengatakan banyak hal, bertanya mengapa ibunya pergi begitu cepat, tapi ia tahu ia hanya bisa melihat, bukan berbicara.

Saat itu, Rafi merasa seperti ada beban berat yang mengikat dirinya. Kenangan itu begitu nyata, begitu hidup, namun ia tidak bisa mengubah apa yang telah terjadi. Ia hanya bisa berdiri di sana, menyaksikan ibunya yang tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tiba-tiba, sebuah getaran terasa di tangannya. Jam pasir itu mulai bergetar, dan seketika semuanya menghilang. Rafi membuka matanya dan mendapati dirinya kembali berada di rumah Pak Giman, dengan perasaan yang campur aduk.

Pak Giman menatapnya dengan bijak. "Apa yang kamu lihat, Nak?"

Rafi menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Saya... saya melihat ibu saya. Saya merasa seperti kembali ke masa lalu. Itu terasa sangat nyata, Pak. Tapi saya juga merasa sangat sedih, karena saya tidak bisa berbicara dengannya. Saya hanya bisa melihat."

Pak Giman mengangguk pelan. "Itulah kekuatan pusaka waktu. Ia membawa kita ke masa lalu, tetapi hanya untuk melihat, bukan untuk mengubah. Kita tidak bisa memutar waktu, Nak. Masa lalu adalah bagian dari diri kita, dan kita harus belajar menerima apa yang telah terjadi."

Rafi terdiam, merenungkan kata-kata Pak Giman. Ia tahu bahwa meskipun ia bisa melihat kembali kenangan indah itu, ia tidak bisa mengubah apapun. Waktu sudah berjalan, dan yang bisa ia lakukan adalah melanjutkan hidupnya, belajar dari kenangan, dan menghargai setiap momen yang ada.

Pak Giman melanjutkan, "Ingat, Nak, pusaka waktu hanya menunjukkan apa yang sudah terjadi. Tapi hidupmu, masa depanmu, itu adalah hasil dari pilihan-pilihan yang kamu buat sekarang."

Rafi mengangguk, merasa lebih tenang. Ia tahu bahwa meskipun waktu tidak bisa diputar kembali, ia bisa membuat masa depannya lebih berarti. Ia berterima kasih kepada Pak Giman dan meninggalkan rumah itu dengan hati yang lebih ringan.

Di luar, matahari sudah terbenam, tetapi Rafi merasa seolah-olah ia baru saja menemukan sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga. Waktu memang tidak bisa diubah, tetapi kita selalu bisa belajar untuk menghargai setiap detiknya.

Tamat.



Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "pusaka waktu"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel